Artikel
Menghitung Zakat Pendapatan: Panduan Praktis untuk Para Profesional
LAZGIS Peduli
19 September 2024
Menghitung Zakat Pendapatan: Panduan Praktis untuk Para Profesional

Zakat Pendapatan atau zakat profesi adalah salah satu jenis zakat maal yang dikeluarkan dari penghasilan profesi seseorang jika telah mencapai nishab, misalnya dokter, penjahit, pengacara, karyawan, arsitek, dan sebagainya.

Menurut fatwa MUI, "penghasilan" mencakup semua jenis pendapatan, termasuk gaji, honorarium, upah, dan jasa yang didapatkan dengan cara halal, baik itu rutin (misalnya, pejabat negara, pegawai, atau karyawan) maupun tidak rutin (misalnya, dokter, pengacara, dan konsultan), serta pendapatan dari pekerjaan bebas lainnya. Sedangkan profesi adalah pekerjaan di bidang jasa atau pelayanan yang biasanya membutuhkan pengetahuan dan keahlian tertentu dan dibayar dengan upah atau gaji, baik tetap maupun tidak tetap.

Harta yang diperoleh dari hasil profesi harus dizakatkan karena harta penghasilan profesi termasuk ke dalam tiga kriteria harta (maal).

Harta profesi mempunyai nilai ekonomi, yaitu nilai tukar, bukan sesuatu yang gratis untuk memperolehnya(adanya imbalan seperti upah atau gaji)

Banyak orang yang membutuhkannya juga harta profesi disukai oleh banyak orang.

Harta profesi yang dizakati adalah harta dibenarkan pemanfaarannya secara syar'i.

Karena inilah harta yang diperoleh dari hasil pekerjaan termasuk dalam kategori harta yang wajib dizakati.

Dalil mengenai wajibnya zakat profesi ini dapat dilihat dari tafsir beberapa ayat al-Quran, salah satunya dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 19:

وَفِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ 

“ .. dan pada harta benda mereka ada hak bagi orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta.”

Menurut al-Qurthubi dalam Tafsir al-Jami Li Ahkam AL-Qur'an, kata-kata hakkun ma'lum (hak yang pasti) pada adz-Dzaanyaat ayat 19, adalah "zakat yang diwajibkan, artinya semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan, jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya."

Terdapat 4 pendapat para ulama mengenai nisab, kadar zakat, dan waktu mengeluarkan zakat profesi yang bergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan;

jika dianalogikan pada zakat emas dan perak, maka nishab, kadar, dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok. Misalnya, Jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan pokok per bulannya sebesar Rp 3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkannya adalah: 2,5% x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 600.000,00 per tahun/Rp 50.000,00 per bulan.

jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishab, kadar, dan waktu mengeluarkannya sebesar 653 kg beras dan dikeluarkan setiap kali menerima (menerima gaji/upah) sebesar 5%. Misalnya, Jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan pokok perbulannya sebesar Rp 3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkannya adalah sebesar 5 %  x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 1.200.000,00 per tahun / Rp 100.000,00 per bulan.

jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 persen tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Misalnya , Jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkannya adalah sebesar 20% x Rp 5.000.000,00 atau sebesar Rp1.000.000,00 setiap bulan.

Menurut beberapa ulama kotemporer, nisab dan waktu zakat profesi diqiyaskan dengan zakat pertanian, yang dikeluarkan setiap bulan dengan nishab 653 kilogram beras. sedangkan kadar zakat dianalogikan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% Menurut analogi ini, nisab zakat profesi adalah sebesar 653 kilogram beras dan dikeluarkan setiap bulan sebesar 2,5% dari penghasilan.

Ditulis oleh Raihan Rabani as-Shidiq, Mahasiswa universitas Brawijaya.

Daftar Pustaka:

Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam perekonomian modern. Gema Insani, 2002. Accessed 18 September 2024.

Sahroni, Oni. Fikih zakat kontemporer. Rajawali Pers, 2018. Accessed 18 September 2024.

Bagikan artikel ini
Artikel Terkait