Zakat hadir
bukan hanya untuk meredakan kemiskinan, tetapi untuk membangun manusia. Dalam
konteks pembangunan modern, zakat menjadi bagian dari upaya meningkatkan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), sebuah indikator yang merefleksikan kualitas
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat.
Faktanya,
banyak program zakat telah diarahkan ke sana. Beasiswa yatim dan dhuafa, klinik
gratis, pelatihan keterampilan, bantuan alat kerja, hingga intervensi gizi
balita, semua mengarah pada tiga komponen utama IPM.
1. Tren IPM di
Indonesia
Menurut BPS, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2024 mencapai 75,02,
naik sebesar 0,63 poin (0,85%) dibandingkan tahun sebelumnya (74,39) . Selama
periode 2020–2024, laju pertumbuhan rata‑rata meningkat 0,75% per tahun
.
Peningkatan ini
mencakup ketiga dimensi IPM:
Pertanyaannya sudahkah
zakat benar-benar efektif dalam meningkatkan IPM, khususnya di desa-desa dengan
IPM rendah?
2. Kontribusi
Zakat dalam Pembangunan
Zakat sebagai
instrumen keuangan syariah memiliki potensi besar dalam mendukung IPM,
khususnya pada kelompok mustahik (miskin dan rentan). Data estimasi dari reddit
menunjukkan:
Jika zakat
disalurkan tepat sasaran, perannya dapat memperbaiki akses pendidikan, gizi,
dan Kesehatan dimensi utama IPM serta memperkuat daya tahan keluarga rentan.
Di banyak tempat, zakat masih lebih dominan bersifat
konsumtif, membagikan bantuan langsung atau paket sembako tanpa proses
pemberdayaan lanjutan. Bahkan dalam program produktif, indikator dampak
terhadap IPM belum diukur secara sistematis. Misalnya: seberapa besar beasiswa
zakat meningkatkan rata-rata lama sekolah? Atau sejauh mana pelatihan kerja
bagi mustahik meningkatkan pendapatan per kapita mereka? Pertanyaan-pertanyaan
ini jarang dijawab dengan data yang kuat.
3. Tantangan
yang Menghambat
a. Data mustahik yang belum
presisi
Estimasi desil mendekati graf data, tapi identifikasi per individual masih
lemah. Potensi kebocoran tersalur ke mereka yang tidak berhak, serta banyak
yang belum terdata.
b. Disparitas regional
IPM provinsi seperti Jawa Barat, Jakarta, dan DI Yogyakarta tergolong sangat
tinggi, sementara Papua & daerah tertinggal masih rendah—belum
dipetakan dalam distribusi zakat.
c. Rendahnya dana zakat
Walau Indonesia dikenal sebagai negara dermawan, potensi zakat diestimasi
mencapai ratusan triliun per tahun. Namun realisasi zakat baru menyentuh
sebagian kecil dari potensi tersebut .
d. Kurangnya integrasi dengan
data nasional
BPS, Kementerian Agama, dan lembaga zakat belum sepenuhnya terintegrasi dalam
satu platform yang memungkinkan cross-reference data mustahik, potensi zakat,
dan kebutuhan wilayah.
Tantangan lainnya adalah keterputusan
program zakat dengan sistem pembangunan daerah. Masih sedikit lembaga zakat
yang terhubung dengan RPJMD, data IPM kabupaten, atau strategi nasional
pengentasan kemiskinan. Akibatnya, zakat belum sepenuhnya menjadi bagian dari
“arus utama pembangunan” yang strategis dan terukur.
4. Solusi yang
Dapat Dilakukan
1. Perkuat data mustahik via
teknologi
Manfaatkan e‑KTP, DTKS, dan data lokal desa lewat kolaborasi pemda dan lembaga
zakat. Gunakan sistem verifikasi digital agar distribusi zakat lebih akurat dan
efisien.
2. Integrasi lintas lembaga
Bangun ekosistem data terbuka antara BPS, Kemenag, pemda, dan lembaga zakat.
Implementasi API sharing untuk mempercepat identifikasi dan evaluasi penyaluran
zakat.
3. Fokus wilayah tertinggal
Mapping geospasial daerah IPM rendah dipadukan data mustahik agar zakat
difokuskan untuk meningkatkan gizi, akses pendidikan, dan kesehatan. Termasuk
program berbasis komunitas, seperti klinik keliling dan beasiswa lokal.
4. Edukasi peningkatan kualitas
zakat
Sosialisasi potensi zakat tidak hanya tentang kewajiban, tapi efek langsung:
peningkatan angka harapan hidup, lama sekolah, dan standar hidup layak. Lembaga
zakat dapat membuat dashboard narasi IPM zakat.
5. Optimalkan dana konsumtif ke
produktif
Alihkan sebagian zakat produktif untuk mendukung usaha kecil sosial seperti
pertanian, UMKM syariah, literasi keuangan agar mustahik mampu mandiri dan
mengurangi risiko kemiskinan kronis.
Namun di sisi
lain, ada harapan besar. Meningkatnya kesadaran akan impact reporting,
penggunaan pendekatan desil dan data BPS, serta sinergi zakat dengan CSR dan
pemerintah daerah, mulai memperlihatkan bentuk baru zakat sebagai pendorong
pembangunan manusia berbasis nilai.
Zakat bukan
hanya tentang berbagi harta, tapi juga tentang menumbuhkan daya. Efektivitas
zakat akan meningkat ketika ia menargetkan IPM secara langsung, bukan hanya
mustahik secara administratif.
IPM Indonesia
terus naik menandakan kemajuan signifikan. Namun disparitas regional dan
keterbatasan sistem distribusi zakat masih menjadi tantangan utama. Lewat data
digital, integrasi institusi, dan pendekatan zakat produktif, GIS Peduli dapat
meningkatkan dampak program: memastikan zakat tidak hanya tersalurkan, tetapi
juga nyata mendorong perubahan kualitas hidup, menutup jurang ketimpangan, dan
menjaga keberlanjutan pembangunan manusia di Indonesia.
Sumber: Sigit Iko & Data BPS