Artikel
Melihat Perkembangan Zakat dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia: Tantangan & Solusinya
LAZGIS Peduli
26 Juni 2025
Melihat Perkembangan Zakat dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia: Tantangan & Solusinya

Zakat hadir bukan hanya untuk meredakan kemiskinan, tetapi untuk membangun manusia. Dalam konteks pembangunan modern, zakat menjadi bagian dari upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sebuah indikator yang merefleksikan kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat.

Faktanya, banyak program zakat telah diarahkan ke sana. Beasiswa yatim dan dhuafa, klinik gratis, pelatihan keterampilan, bantuan alat kerja, hingga intervensi gizi balita, semua mengarah pada tiga komponen utama IPM.

1. Tren IPM di Indonesia

Menurut BPS, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2024 mencapai 75,02, naik sebesar 0,63 poin (0,85%) dibandingkan tahun sebelumnya (74,39) . Selama periode 2020–2024, laju pertumbuhan rata‑rata meningkat 0,75% per tahun .

Peningkatan ini mencakup ketiga dimensi IPM:

  • Umur panjang dan hidup sehat: harapan hidup bayi tahun 2024 mencapai 74,15 tahun, naik dari sebelumnya 73,93 tahun .
  • Dimensi pengetahuan: harapan lama sekolah anak 7 tahun naik dari 13,15 ke 13,21 tahun; rata-rata lama sekolah penduduk ≥25 tahun naik dari 8,77 ke 8,85 tahun .
  • Standar hidup layak: pengeluaran riil per kapita meningkat sekitar Rp 442 ribu (3,71%) menjadi lebih dari Rp 12 juta per tahun .

Pertanyaannya sudahkah zakat benar-benar efektif dalam meningkatkan IPM, khususnya di desa-desa dengan IPM rendah?

2. Kontribusi Zakat dalam Pembangunan

Zakat sebagai instrumen keuangan syariah memiliki potensi besar dalam mendukung IPM, khususnya pada kelompok mustahik (miskin dan rentan). Data estimasi dari reddit menunjukkan:

  • Ada sekitar 56,4 juta orang berada dalam dua desil terbawah kriteria mustahik utama.
  • Tambahan 28,2 juta orang tergolong rentan secara ekonomi sering kehilangan pendapatan jika terjadi guncangan kecil.

Jika zakat disalurkan tepat sasaran, perannya dapat memperbaiki akses pendidikan, gizi, dan Kesehatan dimensi utama IPM serta memperkuat daya tahan keluarga rentan. Di banyak tempat, zakat masih lebih dominan bersifat konsumtif, membagikan bantuan langsung atau paket sembako tanpa proses pemberdayaan lanjutan. Bahkan dalam program produktif, indikator dampak terhadap IPM belum diukur secara sistematis. Misalnya: seberapa besar beasiswa zakat meningkatkan rata-rata lama sekolah? Atau sejauh mana pelatihan kerja bagi mustahik meningkatkan pendapatan per kapita mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini jarang dijawab dengan data yang kuat.

3. Tantangan yang Menghambat

a. Data mustahik yang belum presisi
Estimasi desil mendekati graf data, tapi identifikasi per individual masih lemah. Potensi kebocoran tersalur ke mereka yang tidak berhak, serta banyak yang belum terdata.

b. Disparitas regional
IPM provinsi seperti Jawa Barat, Jakarta, dan DI Yogyakarta tergolong sangat tinggi, sementara Papua & daerah tertinggal masih rendah—belum dipetakan dalam distribusi zakat.

c. Rendahnya dana zakat
Walau Indonesia dikenal sebagai negara dermawan, potensi zakat diestimasi mencapai ratusan triliun per tahun. Namun realisasi zakat baru menyentuh sebagian kecil dari potensi tersebut .

d. Kurangnya integrasi dengan data nasional
BPS, Kementerian Agama, dan lembaga zakat belum sepenuhnya terintegrasi dalam satu platform yang memungkinkan cross-reference data mustahik, potensi zakat, dan kebutuhan wilayah.

Tantangan lainnya adalah keterputusan program zakat dengan sistem pembangunan daerah. Masih sedikit lembaga zakat yang terhubung dengan RPJMD, data IPM kabupaten, atau strategi nasional pengentasan kemiskinan. Akibatnya, zakat belum sepenuhnya menjadi bagian dari “arus utama pembangunan” yang strategis dan terukur.

4. Solusi yang Dapat Dilakukan

1. Perkuat data mustahik via teknologi
Manfaatkan e‑KTP, DTKS, dan data lokal desa lewat kolaborasi pemda dan lembaga zakat. Gunakan sistem verifikasi digital agar distribusi zakat lebih akurat dan efisien.

2. Integrasi lintas lembaga
Bangun ekosistem data terbuka antara BPS, Kemenag, pemda, dan lembaga zakat. Implementasi API sharing untuk mempercepat identifikasi dan evaluasi penyaluran zakat.

3. Fokus wilayah tertinggal
Mapping geospasial daerah IPM rendah dipadukan data mustahik agar zakat difokuskan untuk meningkatkan gizi, akses pendidikan, dan kesehatan. Termasuk program berbasis komunitas, seperti klinik keliling dan beasiswa lokal.

4. Edukasi peningkatan kualitas zakat
Sosialisasi potensi zakat tidak hanya tentang kewajiban, tapi efek langsung: peningkatan angka harapan hidup, lama sekolah, dan standar hidup layak. Lembaga zakat dapat membuat dashboard narasi IPM zakat.

5. Optimalkan dana konsumtif ke produktif
Alihkan sebagian zakat produktif untuk mendukung usaha kecil sosial seperti pertanian, UMKM syariah, literasi keuangan agar mustahik mampu mandiri dan mengurangi risiko kemiskinan kronis.

Namun di sisi lain, ada harapan besar. Meningkatnya kesadaran akan impact reporting, penggunaan pendekatan desil dan data BPS, serta sinergi zakat dengan CSR dan pemerintah daerah, mulai memperlihatkan bentuk baru zakat sebagai pendorong pembangunan manusia berbasis nilai.

Zakat bukan hanya tentang berbagi harta, tapi juga tentang menumbuhkan daya. Efektivitas zakat akan meningkat ketika ia menargetkan IPM secara langsung, bukan hanya mustahik secara administratif.

IPM Indonesia terus naik menandakan kemajuan signifikan. Namun disparitas regional dan keterbatasan sistem distribusi zakat masih menjadi tantangan utama. Lewat data digital, integrasi institusi, dan pendekatan zakat produktif, GIS Peduli dapat meningkatkan dampak program: memastikan zakat tidak hanya tersalurkan, tetapi juga nyata mendorong perubahan kualitas hidup, menutup jurang ketimpangan, dan menjaga keberlanjutan pembangunan manusia di Indonesia.

 Sumber: Sigit Iko & Data BPS 

Bagikan artikel ini