Dalam hidup, kadang kita melakukan
kesalahan yang melanggar aturan agama, baik disengaja maupun tidak. Islam,
sebagai agama yang penuh kasih sayang, membuka pintu taubat seluas-luasnya,
salah satunya lewat kafarat.
Menurut Sa’diy Abu Jayb dalam bukunya Al-Qamus al-Fiqhiy, kafarat adalah segala sesuatu yang bisa menutupi dosa, seperti
bersedekah, berpuasa, dan lainnya. Sementara itu, menurut Wahbah Zuhaili,
kafarat terbagi menjadi empat jenis: kafarat
zhihar, kafarat pembunuhan tidak
sengaja, kafarat jima' di siang
Ramadan, dan kafarat sumpah.
Secara istilah, kafarat adalah bentuk denda yang wajib dibayar akibat melanggar
ketentuan syariat. Tujuannya jelas: menghapus dosa yang timbul dari pelanggaran
tersebut, sehingga dampaknya hilang baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kafarat diartikan sebagai denda yang harus dibayar karena melanggar
larangan Allah SWT sebagai tanda memohon pengampunan.
Yuk, kita bahas satu per satu bentuk
kafarat ini supaya kita lebih paham dan siap kalau sewaktu-waktu harus
menunaikannya!
Kafarat
ini adalah bentuk atau jenis penebusan dosa oleh suami yang menyamakan istrinya
dengan ibunya. Perbuatan ini tergolong dosa karena dalam Islam mengharamkan
seorang suami untuk menyamakan istrinya dengan ibu kandungnya sendiri. larangan
ini bertujuan untuk menghargai keberadaan seorang istri dengan tidak
membandingkannya dengan ibu kandung sendiri sebagaimana yang tercantum, pada
surah Al-Mujadilah ayat 2 yang berbunyi
“Orang-orang yang menzihar istrinya
(menganggapnya sebagai ibu) di antara kamu, istri mereka itu bukanlah ibunya.
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah perempuan yang melahirkannya. Sesungguhnya
mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Maka wajib bagi mereka untuk membayar
kafarat zhihar dengan memerdekakan budak perempuan jika tidak mampu, dapat juga
dengan berpuasa selama 2 bulan penuh, namun jika tidak mampu juga dapat
memberikan makan ke 60 orang miskin.
kafarat ini
dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 92 yang berbunyi
“Tidak patut bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin,
kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Siapa yang membunuh seorang mukmin
karena tersalah (hendaklah) memerdekakan seorang hamba sahaya mukmin dan
(membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (terbunuh), kecuali jika
mereka (keluarga terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (terbunuh) dari
kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, (hendaklah pembunuh)
memerdekakan hamba sahaya mukminat. Jika dia (terbunuh) dari kaum (kafir) yang
ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, (hendaklah pembunuh) membayar
tebusan yang diserahkan kepada keluarganya serta memerdekakan hamba sahaya
mukminah. Siapa yang tidak mendapatkan (hamba sahaya) hendaklah berpuasa dua
bulan berturut-turut sebagai (ketetapan) cara bertobat dari Allah. Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa
pembunuhan yang dilakukan tanpa sengaja, baik yang terbunuh itu orang mukmin
maupun bukan mukmin. Maka kepada si pembunuh diwajibkan untuk memerdekakan
seorang budak sebagai kafarat dan jika tidak sanggup maka kafaratnya berupa
berpuasa selama 2 bulan penuh.
Syariat Islam melarang berhubungan suami
istri ketika sedang berpuasa Ramadan. Hal ini tertera pada hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari
“Abu
al-Yaman menceritakan, Syu‘aib mengabarkan dari al-Zuhriy, ia berkata, saya
dikhabarkan oleh Humaid bin Abd al-Rahman, Abu Hurairah r.a. berkata, ketika
kami sedang duduk-duduk bersama Rasul Saw. tiba-tiba datang seorang pria kepada
Rasul Saw. Lalu pria itu berkata: celaka saya ya Rasu, Rasul Saw. bertanya,
apakah yang mencelakakanmu? Pria itu menjawab, saya telah bersenggama dengan
istri saya pada siang hari Ramadhan, Rasul Saw. bertanya: sanggupkah engkau
memerdekakan budak? Pria itu menjawab, tidak ya Rasul Saw., Rasul Saw.
bertanya: sanggupkah engkau berpuasa dua bulan berturut-turut? Pria itu
menjawab, tidak. Rasul Saw. bertanya pula: adakah engkau mempunyai makanan
untuk memberi makanan enam puluh orang miskin? Pria itu menjawab, tidak.
Kemudian pria itu duduk, tiba-tiba datang seorang pria memberikan sebakul besar
kurma kepada Rasul Saw. Rasul Saw. berkata: sedekahkanlah kurma ini, pria itu
berkata: kepada siapakah saya berikan kurma ini? Rasul Saw. menjawab: kepada
orang yang lebih miskin dari kita, pria itu berkata pula, tidak ada penduduk
kampung ini yang lebih faqir dari pada saya ya Rasul Saw., Rasul Saw. tertawa
hingga terlihat gigi taringnya dan bersabda berikanlah kurma itu kepada
keluargamu (HR. Bukhari).”
Apabila aturan ini dilanggar, maka
keduanya harus membayar kafarat. Kafarat yang harus dibayar adalah sama dengan
kafarat zihar dan ditambah dengan mengqada puasa yang ditinggalkan
Kafarat sumpah
dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 89 yang berarti
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum
kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja. Maka, kafaratnya (denda akibat
melanggar sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin dari makanan yang
(biasa) kamu berikan kepada keluargamu, memberi pakaian kepada mereka, atau
memerdekakan seorang hamba sahaya. Siapa yang tidak mampu melakukannya, maka
(kafaratnya) berpuasa tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu
bersumpah (dan kamu melanggarnya). Jagalah sumpah-sumpahmu! Demikianlah Allah
menjelaskan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”
ayat ni menjelaskan macam-macam kafarat atau denda bagi
siapapun yang melanggar sumpah yang diucapkan secara sadar dan sengaja. Kafarat
yang diberikan yaitu berupa memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberikan
mereka pakaian baru maupun layak pakai, atau memerdekakan hamba sahaya. Namun,
bagi yang tidak mampu melakukan salah satu dari tiga pilihan tersebut maka
kafaratnya berpuasa tiga hari dengan ikhlas sambil berharap agar Allah
mengampuni dosa sumpah yang pernah diucapkannya.
Bagi yang wajib menunaikan kafarat namun dengan sengaja
tidak melakukannya, maka ia tetap
menanggung dosa. Sebab, kafarat termasuk kewajiban syariat. Menunda-nunda
atau mengabaikannya sama saja dengan meremehkan perintah Allah SWT.
Ingat, kafarat bukan sekadar "denda duniawi",
tapi merupakan bagian dari usaha kita untuk mendapatkan pengampunan Allah.
Jadi, jangan pernah remehkan kewajiban ini!
Kafarat adalah bentuk tanggung jawab seorang Muslim atas
dosa atau pelanggaran yang telah dilakukan. Dengan menunaikan kafarat, kita
tidak hanya membersihkan diri di hadapan Allah, tetapi juga menunjukkan
kesungguhan kita dalam bertaubat dan memperbaiki diri.
Jadi, kalau suatu saat kita melakukan kesalahan seperti
zhihar, pembunuhan tidak sengaja, jima’ di siang Ramadan, atau melanggar
sumpah, segeralah bayar kafaratnya!
Jangan menunda, jangan meremehkan. Karena siapa tahu, dari kafarat inilah Allah
membuka pintu ampunan dan keberkahan untuk kita. 🤲