Artikel
GIS Peduli Bantu Pengobatan Ibu Endang, Pejuang Kanker Payudara yang Ditinggal Suami dan Kehilangan Segalanya
LAZGIS Peduli
6 Agustus 2025
GIS Peduli Bantu Pengobatan Ibu Endang, Pejuang Kanker Payudara yang Ditinggal Suami dan Kehilangan Segalanya

Bekasi, 5 Agustus 2025 — Hidup Ibu Endang seakan berubah drastis hanya dalam hitungan waktu. Dari seorang wanita mandiri, pekerja bank, hingga menjadi pejuang kanker yang tak hanya bertarung dengan penyakit, tapi juga dikhianati, ditinggalkan, dan harus menghadapi hidup yang penuh keterbatasan. Hari ini, GIS Peduli hadir untuk menjangkau mereka yang seringkali luput dari perhatian seperti Ibu Endang.

Kisah Ibu Endang bukan sekadar cerita tentang penyakit, tetapi juga tentang ketegaran hati seorang ibu yang memilih bertahan demi anaknya, meski ditinggalkan oleh orang yang pernah ia percaya.

Perjalanan pahit Ibu Endang bermula saat ia mulai merasakan adanya perubahan dalam sikap suaminya. Kecurigaannya terbukti ketika ia mencari kebenaran atas kabar perselingkuhan sang suami. Namun bukan permintaan maaf yang ia dapat, melainkan luka batin yang lebih dalam, sang suami mengatakan kepada teman-temannya bahwa Ibu Endang telah meninggal dunia. Sebuah dusta yang menyakitkan, seolah menghapus eksistensi Ibu Endang dari hidupnya.

Tak hanya itu, sang suami pun pergi begitu saja, tanpa jejak, tanpa kabar, tanpa meninggalkan sepeser pun nafkah untuk anak yang mereka miliki. Bahkan, Ibu Endang harus menanggung beban utang suaminya yang menumpuk utang yang ia sendiri tidak pernah tahu asal muasalnya.

Sebelum semua ini terjadi, Ibu Endang bekerja di salah satu bank swasta. Namun karena situasi rumah tangganya yang memburuk dan keharusan menanggung beban utang suami, ia terpaksa berhenti dari pekerjaannya. Kondisi keuangan yang memburuk membuatnya kehilangan banyak hal termasuk rumah tempat ia tinggal.

Kini, ia hanya bisa bergantung pada bantuan teman kuliahnya yang dengan ikhlas menampungnya di rumah secara cuma-cuma. Sementara saudara-saudara kandungnya pun enggan membantu.

Di tengah tekanan mental dan beban hidup yang berat, Ibu Endang mulai merasakan nyeri di bagian dadanya. Awalnya ia mengira itu hanya gangguan kesehatan biasa, namun rasa sakitnya tak kunjung reda. Ia mencoba berbagai metode pengobatan, mulai dari pengobatan alternatif hingga medis umum, tetapi hasilnya nihil. Kondisinya semakin memburuk.

Setelah pemeriksaan lebih lanjut, Ibu Endang didiagnosis mengidap kanker payudara. Sebuah kenyataan yang membuat langkahnya semakin berat. Tak ada biaya, tak ada dukungan keluarga, tak ada tempat untuk pulang hanya ada anak yang harus tetap ia jaga dan perjuangkan.

Melihat kondisi Ibu Endang yang sangat memprihatinkan, GIS Peduli tergerak untuk hadir dan memberikan bantuan. Kami percaya, setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk sembuh, untuk hidup dengan layak, dan untuk tidak merasa sendirian di tengah penderitaan.

Melalui program bantuan pengobatan, GIS Peduli membantu meringankan beban biaya medis yang harus ditanggung oleh Ibu Endang. Ini adalah langkah awal, namun kami yakin dengan dukungan para dermawan, Ibu Endang bisa mendapatkan perawatan yang layak dan kembali memiliki harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Kisah Ibu Endang adalah satu dari sekian banyak potret masyarakat yang hidup dalam ketidakpastian dan keterbatasan. Di saat sebagian dari kita menikmati kenyamanan, masih ada yang bahkan harus memilih: membeli makan atau membeli obat.

Oleh karena itu, GIS Peduli mengajak masyarakat luas untuk ikut ambil bagian dalam perjuangan ini. Bantuan sekecil apa pun yang disalurkan dapat menjadi harapan besar bagi mereka yang sedang bertarung dengan sakit dan hidup serba kekurangan.

Donasi dapat disalurkan melalui:

Bank Mandiri 1670001444625 a.n. Yayasan Gema Indonesia Sejahtera

Ibu Endang mungkin telah kehilangan banyak hal: pasangan hidup, pekerjaan, rumah, dan sebagian kesehatannya. Tapi ia belum kehilangan semangat dan harapan.

Mari kita bantu agar Ibu Endang tahu bahwa ia tidak sendirian. Bahwa di luar sana masih banyak orang baik yang siap menyambung tangannya untuk membantu. Bersama, kita bisa menjadi penyambung harapan bagi mereka yang hampir putus asa.

Bagikan artikel ini