Pernikahan atau nikah merupakan kata serapan dari bahasa Arab “nikâh”, “nakaha-yankihu”
yang berarti menggauli (wath’), akad (‘aqd), dan menggabungkan (dlamm). Dalam
Islam, nikah merupakan hal penting untuk menjaga keturunan dan kemaslahatan
dalam hidup di dunia dan akhirat. Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan umatnya
untuk menikah. Seperti yang ditegaskan dalam hadist:
“Abû Bakr ibn Syîbah dan Abû Kurayb telah
meriwayatkan kepada kami. Keduanya berkata, “Abû Mu’âwîyah telah meriwayatkan
kepada kami dari al-A’masy dari ‘Umârah ibn ‘Umayr dari ‘Abd al-Rahmân ibn
Yazîd dari ‘Abd Allâh, dia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, “Hai para
pemuda! Siapa di antara kalian yang telah sanggup memikul tangung jawab
pernikahan, hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menahan
pandangan dan memelihara kesucian, tapi siapa yang belum sanggup maka hendaklah
dia berpuasa karena puasa itu dapat menahan nasfunya.”
Hadis di atas mengisyaratkan tujuan mulia pernikahan, yaitu membantu pelakunya bisa menahan pandangan dan kemaluannya terhadap lawan jenis. Oleh karena itu, bagi mereka yang tidak sanggup memberi nafkah dianjurkan berpuasa, karena puasa bisa mengurangi nafsu seksualnya.
Anjuran
menikah di bulan Syawal
Menikah di bulan Syawal merupakan anjuran
dalam Islam untuk menikah. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad SAW menikahi
Aisyah RA di bulan Syawal. Dalam Shahîh Muslim, Muslim meriwayatkan sebuah
hadis sahih dalam Bâb Istihbâb al-Tazawwuj wa al-Tazwîj fî Syawwâl wa Istihbab
al-Dukhûl fîhi sebagai berikut:
“Abû Bakr ibn Syîbah dan Zuhayr ibn Harb
telah meriwayatkan kepada kami (dan lafal hadis ini adalah lafal Zuhayr).
Keduanya berkata: “Wakî’ telah meriwayatkan kepada kami: Sufyân telah
menceritakan kepada kami, dari Ismâ’îl ibn Umayah, dari ‘Abd Allâh ibn ‘Urwah,
dari ‘Urwah, dari ‘Â’isyah, beliau berkata, “Rasulullah Saw. menikahiku pada
bulan Syawal dan berumahtangga denganku pada bulan Syawal. Istri Rasulullah
Saw. mana yang lebih memiliki kedekatan hati di sisi beliau daripada aku?” Dia
berkata, “‘Â’isyah senang mempertemukan para mempelai wanita (ke tempat para
mempelai pria) pada bulan Syawal.”
Nabi menikahi Aisyah R.A karena ingin
menjawab fenomena pada zaman jahiliyah dulu yang meyakini bulan Syawal
merupakan pantangan untuk menikah. Dari
situlah pernikahan pada bulan Syawal bisa dikatakan sebagai pernikahan yang
dianjurkan (mustahab), bahkan bisa bernilai ibadah dengan niat mengikuti sunah
Nabi (ittibâ’) karena termasuk dalam kategori sunnah fi’lîyah. Anjuran menikah
di bulan Syawal dimaksudkan jika memang bisa untuk menikah di bulan tersebut.
Tetapi kalau memang belum siap atau ada alasan untuk menikah di bulan lain itu
tidak menjadi masalah. Perlu di garis bawahi juga, menikah di bulan syawal
merupakan anjuran dalam melangsuhkan pernikahan dan bukan merupakan syarat sah
nikah.