Pengertian Riba
Secara terminologis, menurut
al-Shabuni, riba adalah tambahan yang diambil oleh pemberi hutang dari
penghutang sebagai perumbangan dari masa (meminjam). Al-Jurjani mendefiniskan riba sebagai
tambahan atau kelebihan yang tiada bandingannya bagi salah satu orang yang
berakad. Sementara Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitāb al-Fiqh alā Madzāhib
al-Arba„ah menjelaskan bahwa riba menurut istilah fukaha adalah tambahan pada
salah satu dua barang yang sejenis yang ditukar tanpa adanya imbalan/imbangan
terhadap tambahan tersebut.
Keuangan Islam merupakan sistem
pengelolaan keuangan yang berdasarkan kerangka hukum dan prinsip-prinsip
syariah. Prinsip tersebut meliputi larangan riba (bunga), maysir (judi), gharar
(ketidakpastian), penerapan bagi hasil (risk-sharing),
dan pembagian risiko (profit-sharing).
Riba merupakan suatu tambahan atau kelebihan yang dikenakan dalam hutang atau pinjaman.
Kata riba, secara bahasa berasal dari raba-wa,
yaitu bertambah atau melebihi. Dalam Islam, riba juga sering diartikan sebagai usury (rentenir) atau interest (bunga), atau bentuk keuntungan
yang tidak adil dalam transaksi keuangan. Islam melarang kegiatan yang berbasis
bunga, sebagaimana diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur'an yaitu QS.
Al-Baqarah ayat 275
…
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ…
Artinya: “dan Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba...” (QS. al-Baqarah [2]: 275)
Jadi, dapat disimpulkan riba adalah
tambahan imbalan yang diterapkan seseorang yang meminjamkan hutangnya kepada
peminjam hutang. Keuntungan yang diperoleh dari riba itu hukumnya haram dalam
Islam. Karena dianggap sebagai transaksi yang tidak adil.
Riba
Dalam Kebutuhan Konsumtif
Konsumtif adalah gaya hidup atau
prilaku seseorang dalam membeli barang secara berlebihan dan melebihi kebutuhan
yang sudah ditentukan demi dianggap istimewa dalam kehidupan dirinya di
masyarakat. Sifat konsumtif ini merupakan pemborosan dan sangat dilarang dalam
Islam. Seperti yang dijelaskan dalam QS Al-Isra ayat 27:
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ
الشَّيٰطِيْنِۗ وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا ٢٧
Artinya: “Sesungguhnya para pemboros itu adalah
saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Riba dalam konsumen
menjadi isu dalam pinjaman seperti hipotek, pinjaman mobil atau pinjaman
pribadi yang memiliki tingkat bunga tinggi dan biaya tambahan,sehingga menjadi
beban finansial individu
atau keluarga.
Riba dalam kebutuhan
konsumtif sangat berisiko membebani rumah tangga secara finansial dan bisa
menyebabkan jeratan utang. Pemanfaatan konsep riba diterapkan pada utang
konsumtif. Riba mengacu pada bunga yang dikenakan pada pinjaman-pinjaman.
Konsep riba terhadap utang konsumtif, berikut poin-poin yang terkait dengan
konsep riba:
KESIMPULAN
Riba merupakan tambahan
yang dikenakan dalam transaksi pinjaman yang bersifat tidak adil dan dilarang
dalam Islam. Dalam konteks kebutuhan konsumtif rumah tangga, riba dapat
menimbulkan dampak negatif yang signifikan, seperti membebani keuangan
keluarga, menimbulkan ketidakadilan, dan menciptakan siklus utang yang
berkepanjangan. Islam sangat menentang perilaku konsumtif yang berlebihan,
karena bertentangan dengan prinsip kesederhanaan dan efisiensi dalam
pengelolaan harta. Untuk menghindari dampak buruk riba, masyarakat didorong
untuk menggunakan sistem keuangan yang sesuai syariah, seperti akad bagi hasil
(mudharabah) dan sewa menyewa (ijarah), yang lebih adil dan sejalan dengan
nilai-nilai Islam.