Artikel
Wakaf Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah
LAZGIS Peduli
8 Mei 2025
Wakaf Dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah

Wakaf adalah instrumen dalam filantropi yang sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah. Beliau dan sahabat mewakafkan sejumlah hartanya yang bersumber dari fai’. Selain itu, Umar juga mewakafkan sebidang tanah di Khaibar untuk kemaslahatan umat Islam (Bukhari, 1422: 3/198) dan Utsman membeli sumur Rumah dan mewakafkannya untuk

memenuhi kebutuhan air kaum muslimin.(Bukhari, 1422: 4/13).

Di Indonesia, wakaf merupakan salah satu sumber pendanaan penting bagi umat. Banyak masjid dan pesantren yang berdiri di atas lahan wakaf. Selain itu, wakaf memiliki potensi besar dalam membantu pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan, karena aset wakaf bersifat jangka panjang dan tidak terbatas oleh waktu.

 

Pengertian Wakaf

Secara etimologis, istilah wakaf berasal dari bahasa Arab al-waqf. Menurut Ibn Faris, kata al-waqf memiliki makna dasar tamakkuts fî syai’, yang berarti "berhenti". Selain itu, beberapa ahli bahasa mengungkapkan bahwa al-waqf juga bermakna al-habs yang berarti "menahan". Di sisi lain, al-waqf juga bermakna al-man'u atau "mencegah", sebagaimana dalam ungkapan waqaftu ar-rajula ‘an asy-syai’ yang berarti "saya mencegah seseorang dari sesuatu"

Makna-makna ini — berhenti, menahan, dan mencegah itu berkaitan erat dengan konsep wakaf dalam istilah syariat. Disebut "menahan" atau "mencegah" karena aset wakaf dijaga dari kerusakan, penjualan, atau penggunaan yang bertentangan dengan tujuan wakaf. Sementara itu, hasil dari aset wakaf juga dialokasikan khusus untuk penerima manfaat yang sah, dan tidak boleh disalurkan kepada pihak lain. Sedangkan disebut "berhenti" karena kepemilikan atas aset tersebut berhenti — tidak bisa dipindahtangankan atau diwariskan kepada siapapun.

Adapun secara terminologi wakaf didefinisikan secara beragam oleh para ulama. Menurut ulama Madzhab Hanafi, wakaf adalah menahan harta dengan menjadikannya sebagai milik Allah (keluar dari kepemilikan pribadi) dan menyalurkan manfaatnya kepada pihak yang diinginkan wakif. Menurut ulama Madzhab Syafi’i, wakaf adalah penahanan

harta yang bisa diambil manfaatnya, dengan tetap menjaga keutuhan substansi harta tersebut, dan melepaskannya dari penguasaan wakif (kepemilikan pribadi), untuk disalurkan manfaatnya di jalan yang dibolehkan syara’. menurut ulama Madzhab Maliki definisi wakaf adalah memberikan manfaat harta, selama harta tersebut masih ada wujudnya, dan status

kepemilikannya tetap berada di tangan wakif.

Secara terminologi, wakaf dipahami sebagai tindakan menahan atau menjaga suatu harta agar manfaatnya dapat digunakan untuk kepentingan yang dibenarkan syariat, sambil tetap mempertahankan keutuhan hartanya. Meskipun ada sedikit perbedaan di antara madzhab, inti dari konsep wakaf adalah melepaskan hak kepemilikan pribadi atas manfaat harta tersebut, baik dengan memindahkan kepemilikan penuh kepada Allah (Madzhab Hanafi dan Syafi’i), atau tetap dalam kepemilikan wakif namun manfaatnya disalurkan untuk kebaikan umum (Madzhab Maliki).

Landasan Hukum Wakaf

Kesunnahan wakaf didukung oleh dalil-dalil syariat, baik dari al-Qur'an, Sunnah, maupun Ijma’, yang menunjukkan adanya anjuran untuk berwakaf. Berikut ini disajikan penjelasan terkait dalil-dalil syariat tersebut.

 

a. Dalil dari al-Qur'an
Meskipun al-Qur'an tidak secara eksplisit menyebutkan perintah wakaf, dan istilah al-waqf sendiri tidak ditemukan dalam ayat-ayatnya, banyak ayat yang mengisyaratkan pentingnya berbagi, berderma, dan berbuat baik kepada sesama. Berikut merupakan terma-terma dalam Al-Qur’an mengenai wakaf:

  1. An-Nafaqah (berderma)

Istilah an-nafaqah adalah yang paling sering digunakan dalam al-Qur'an untuk mendorong umat Islam berderma di jalan kebaikan sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah. Salah satu ayat yang memuat istilah ini adalah QS. Ali Imran ayat 92:

 

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ۝٩٢

Artinya: "Kamu tidak akan pernah mencapai kebajikan yang sempurna hingga kamu menginfakkan sebagian dari harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, sungguh Allah Maha Mengetahui." (QS. Ali Imran/3: 92)

  1. Al-Qardh al-Hasan (pinjaman yang baik)

Al-Qur’an menggunakan terma ini tentang beramal secara sukarela kepada fakir miskin yang termasuk di dalamnya shadaqah dan wakaf. Istilah ini terdapat dalam QS. Al-Hadid:18:

 

اِنَّ الْمُصَّدِّقِيْنَ وَالْمُصَّدِّقٰتِ وَاَقْرَضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا يُّضٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ اَجْرٌ كَرِيْمٌ ۝١٨

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah, baik laki-laki maupun perempuan, dan meminjamkan (kepada) Allah pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) kepada mereka dan baginya (diberikan) ganjaran yang sangat mulia (surga).”

  1. Fi’l al-Khair (berbuat baik)

Pada terma ini meliputi segala perbuatan baik yang dianjurkan oleh agama dan mencakup wakaf dan amal kedermawanan lainnya. Istilah ini terdapat dalam QS. Al-Hajj ayat 77:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ارْكَعُوْا وَاسْجُدُوْا وَاعْبُدُوْا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ۩ ۝٧٧

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan lakukanlah kebaikan agar kamu beruntung”

 

b. Dalil Sunnah

 Terdapat sejumlah hadis yang menjelaskan wakaf secara khusus dan jelas. Berikut ini terma-terma Sunnah yang menunjukkan secara khusus legalitas wakaf dalam Islam:

  1. Al-Habs (menahan harta)

Menahan harta dimaksudkan agar harta digunakan secara terus-menerus dalam jalan kebaikan. Dalam terma ini terdapat hadist tentang wakaf yang dilakukan oleh Umar pada masa Nabi yaitu:

“Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Umar mendapatkan (bagian rampasan perang) sebidang tanah di Khaibar. Lalu Umar menemui Rasulullah untuk meminta petunjuk beliau (terkait pemanfaatan tanah tersebut). Lantas Umar berkata, “Wahai Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu. Maka apa yang engkau perintahkan kepadaku (perihal tanah tersebut)?” Rasulullah bersabda, “Jika engkau menghendaki, tahan (wakafkan) pokok tanah itu, dan  sedekahkan (hasilnya)!” Ibnu Umar berkata, “Umar kemudian menyedekahkan apa yang dihasilkan tanah itu. Sementara

pokoknya tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Bagi orang

yang mengelola tanah tersebut diperkenankan makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya), dan boleh juga memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]. (Bukhari, 1422: 3/198). (Muslim, t.th.:

3/1255).

  1. Ash-Shadaqah (bersedekah)

Terma ini terdapat dalam hadis yang sama, yaitu hadis Umar tentang wakaf. Berikut hadist riwayat Al-Bukhari yang artinya:

“Sedekahkanlah (wakafkanlah) pokoknya, sehingga tidak diperjualbelikan, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan, hanya saja didermakan hasilnya. [HR. al- Bukhari]. (Bukhari, 1422: 4/10).”

 

Melalui wakaf, Islam mengajarkan pentingnya membangun kesejahteraan sosial dengan semangat keberlanjutan. Wakaf bukan hanya soal sedekah sesaat, tetapi investasi amal jangka panjang yang dampaknya bisa terasa hingga generasi-generasi berikutnya. Di masa sekarang, pengelolaan wakaf bahkan tidak hanya untuk pembangunan masjid dan pesantren, tetapi sudah berkembang untuk mendukung pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Bagikan artikel ini