Wakaf adalah
salah satu amalan filantropi Islam yang sangat dianjurkan. Praktik ini tidak
hanya mendatangkan pahala yang terus mengalir bagi pewakaf, tetapi juga
memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan ekonomi, muncul berbagai
pertanyaan seputar objek wakaf, salah satunya adalah tentang hukum mewakafkan
aset seperti bangunan atau tanah yang masih dalam status kredit. Apakah aset
yang masih terikat utang bisa diwakafkan? Bagaimana hukumnya menurut syariat
Islam? Artikel ini akan mengupas tuntas permasalahan ini, didukung oleh
dalil-dalil shahih dan pandangan para ulama kontemporer.
Memahami Konsep
Wakaf dan Status Harta yang Diwakafkan
Secara bahasa, wakaf
(وَقْف) berarti menahan atau
menghentikan. Dalam terminologi syariat, wakaf adalah menahan suatu harta yang
dapat diambil manfaatnya, di mana zat atau bendanya tetap ada, lalu disalurkan
manfaatnya untuk kepentingan umum atau untuk tujuan kebaikan. Harta yang diwakafkan
disebut mauquf (مَوْقُوف).
Syarat-syarat
harta yang diwakafkan (mauquf) adalah sebagai berikut:
Dalil-dalil
wakaf sangat banyak, di antaranya firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat
267, yang artinya:
"Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu..."
Ayat ini secara
umum menganjurkan berinfak dari harta yang baik dan halal, yang juga menjadi
landasan bagi praktik wakaf. Hadis Rasulullah SAW juga memperkuat anjuran ini.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, bahwa Umar bin Khattab RA pernah bertanya
kepada Rasulullah SAW tentang tanah di Khaibar yang ia miliki. Umar berkata:
"Ya Rasulullah, saya mendapatkan tanah di Khaibar, saya tidak pernah
mendapatkan harta yang lebih berharga bagi saya daripadanya, maka apa yang Anda
perintahkan kepadaku?" Rasulullah SAW menjawab:
"Jika
engkau mau, engkau tahan pokoknya dan engkau sedekahkan hasilnya." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadis ini
menjadi dasar utama bagi hukum wakaf, di mana pokok harta (tanah) tidak boleh
dijual atau dihibahkan, sementara hasilnya (manfaatnya) disedekahkan.
Hukum Wakaf
Bangunan atau Tanah yang Masih Kredit
Berangkat dari
syarat-syarat di atas, para ulama fiqih kontemporer memiliki pandangan yang
jelas mengenai wakaf aset yang masih dalam masa kredit. Aset yang dibeli secara
kredit, baik itu tanah atau bangunan, pada dasarnya masih terikat dengan utang
kepada pihak pemberi pinjaman, baik itu bank syariah, lembaga pembiayaan, atau
individu.
Dalam akad
kredit, kepemilikan penuh belum berpindah sepenuhnya kepada pembeli sampai
seluruh cicilan lunas. Meskipun pembeli telah menempati atau menguasai aset
tersebut, statusnya masih merupakan agunan atau jaminan bagi utang yang belum
lunas.
Para ulama,
termasuk yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan lembaga
fatwa internasional lainnya, pada umumnya bersepakat bahwa hukum mewakafkan
bangunan atau tanah yang masih kredit adalah tidak sah atau tidak diperbolehkan.
Alasan utama di
balik hukum ini adalah karena aset tersebut belum menjadi milik penuh dan
bebas dari ikatan utang. Wakaf mensyaratkan harta yang diwakafkan adalah milik
penuh (milk tam) pewakaf. Selama masih ada cicilan yang harus dibayar, hak
kepemilikan pemberi kredit (misalnya bank) masih melekat pada aset tersebut.
Jika cicilan tidak dibayar, pihak pemberi kredit memiliki hak untuk menyita
atau menjual aset tersebut untuk melunasi utang.
Jika aset
tersebut diwakafkan, hal ini akan menimbulkan potensi masalah di masa depan,
yaitu:
Para ulama
berpendapat bahwa wakaf adalah transaksi yang sangat mulia dan harus
dilakukan dengan cara yang paling bersih dan bebas dari keraguan. Mewakafkan
harta yang masih terikat utang justru berpotensi menimbulkan masalah dan tidak
memenuhi esensi dari wakaf itu sendiri, yaitu menahan pokok harta secara
permanen.
Solusi dan
Alternatif yang Dibolehkan
Meskipun
mewakafkan aset yang masih kredit tidak diperbolehkan, ada beberapa solusi atau
alternatif yang dapat dilakukan:
Di era digital,
pencarian mengenai "wakaf tanah kredit" atau "hukum wakaf
bangunan bank" menjadi semakin sering. Data dari Google Trends menunjukkan
peningkatan signifikan dalam pencarian kata kunci terkait hukum-hukum muamalah
kontemporer. Kata kunci seperti "hukum wakaf kredit," "wakaf
cicilan," dan "syarat wakaf" memiliki potensi besar untuk
menarik audiens yang mencari informasi.
Berdasarkan
dalil-dalil syariat dan pandangan para ulama, hukum mewakafkan bangunan atau
tanah yang masih dalam masa kredit adalah tidak sah. Harta wakaf haruslah milik
penuh pewakaf, bebas dari utang dan ikatan hak orang lain. Wakaf adalah amalan
yang sangat mulia, dan niat baik harus disempurnakan dengan cara yang benar
sesuai dengan ketentuan syariat.
Bagi Anda yang
berkeinginan untuk berwakaf, penting untuk memastikan bahwa harta yang akan
diwakafkan telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Jika aset Anda masih
dalam status kredit, pertimbangkanlah untuk melunasinya terlebih dahulu atau
beralih pada bentuk wakaf lain seperti wakaf uang yang dapat memberikan manfaat
yang sama besar dan bahkan lebih fleksibel. Dengan demikian, niat baik Anda
untuk berwakaf dapat terlaksana secara sempurna, membawa keberkahan bagi Anda
dan manfaat yang berkelanjutan bagi umat.
GIS Peduli
mengajak Anda untuk terus berbagi dan berbuat kebaikan. Jadikanlah harta Anda
sebagai jembatan menuju surga melalui wakaf yang sah dan berkah.