Wakaf adalah salah satu instrumen keuangan islam yang memiliki kontribusi besar dalam perkembangan islam dari zaman Rasulullah hingga zaman kita sekarang. Wakaf artinya menahan suatu harta benda yang bisa dimanfaatkan bersamaan dengan tetapnya keberadaan harta benda tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. Kita bisa mengatakan bahwa wakaf berarti menahan pokok harta dan memanfaatkan hasilnya untuk kebajikan.
Kita dapat mewakafkan berbagai macam harta benda, salah satunya adalah wakaf uang, yang akan kita bahas dalam artikel ini. Wakaf uang berbeda dari wakaf melalui uang. Dalam wakaf uang, wakif (pewakaf) menyerahkan sebagian uangnya dan mengelolanya secara produktif, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk keperluan ibadah dan/atau kemaslahatan umum sesuai syariah. Di sisi lain, dalam wakaf melalui uang, wakif langsung menggunakan sebagian uangnya untuk menyediakan harta benda wakaf, baik yang tetap maupun bergerak, guna keperluan ibadah dan/atau kemaslahatan umum sesuai syariah.
Imam Az-Zuhri, salah satu tabi’in, pertama kali mengemukakan fatwa tentang wakaf uang pada abad ke-2 Hijriah. Beliau menganjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, serta pendidikan umat Islam. Di Indonesia, MUI pertama kali mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang pada tahun 2002 dengan poin-poin sebagai berikut:
- Seseorang, kelompok orang, lembaga, atau badan hukum dapat melakukan wakaf uang dalam bentuk uang tunai.
- Surat-surat berharga juga termasuk dalam pengertian uang.
- Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
- Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
- Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.
Ada beberapa pendapat yang memperkuat fatwa tentang wakaf uang, yaitu;
Pendapat Imam Az Zuhri, bahwasannya dinar boleh diwakafkan dengan cara digunakan untuk modal usaha, lalu keuntungan dari usaha tersebut disalurkan kepada mauquf ‘alayh.
Lalu pendapat ulama mutaqaddimin dari mazhab Hanafi, memperbolehkan wakaf uang dinar serta dirham sebagai pengecualian berdasarkan istihsan bil ‘urfi yang didasarkan pada atsar dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang artinya: “Sesuatu yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka sesuatu itu baik dalam pandangan Allah, dan sesuatu yang dipandang oleh kaum muslimin buruk, maka sesuatu itu buruk dalam pandangan Allah”. Sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa Abu Tsur menyampaikan riwayat dari Imam Syafi’i yang membolehkan wakaf dinar dan dirham (uang).
Adapun hukum positif di Indonesia telah mengakui tentang wakaf uang di Indonesia dalam UU no. 41 tahun 2004 tentang wakaf. Wakaf uang juga diatur dalam BWI No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf, yang bertujuan agar wakaf uang dapat menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi ekonomi, mulai dari Pasal 5 hingga Pasal 19. Pasal 12 ayat 1 menjelaskan bahwa nazir wajib memisahkan pengelolaan antara wakaf uang yang memiliki jangka waktu tertentu dan wakaf uang yang bersifat permanen.
Ditulis oleh Abdullah Mubarak, mahasiswa STEI SEBI
DAFTAR PUSTAKA
Sekumpulan Ulama. Fikih Muyassar. Diterjemahkan oleh Izzudin Karimi, Cetakan VII., Jakarta, Darul Haq, 2019.
Tanjung, Hendri. “Wakaf Uang di Indonesia.” Badan Wakaf Indonesia, 20 September 2020, https://www.bwi.go.id/literasiwakaf/wakaf-uang-di-indonesia/. Diakses pada 7 Oktober 2024.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Fatwa Tentang Wakaf Uang. 11 Mei 2002, Jakarta.
Hidayat, Taufik. “Sejarah Awal Mula Wakaf.” Badan Wakaf Indonesia, 16 Juni 2021, https://www.bwi.go.id/literasiwakaf/sejarah-awal-mula-wakaf/. Diakses pada 7 Oktober 2024.
Humas BWI. “Perbedaan Wakaf Uang dan Wakaf Melalui Uang.” Badan Wakaf Indonesia, 30 Juni 2019, https://www.bwi.go.id/literasiwakaf/perbedaan-wakaf-uang-dan-wakaf-melalui-uang/. Diakses pada 7 Oktober 2024.