Wakaf merupakan salah satu institusi penting dalam Islam yang bertujuan untuk kemaslahatan umat. Namun, penerapan hukum wakaf di Indonesia menghadapi berbagai kendala, terutama terkait nazir. Banyak nazir yang masih beroperasi dengan pendekatan tradisional dan konsumtif, disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). (Iman, Desember 2018)
Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, disebutkan bahwa nazhir wakaf terbagi menjadi tiga kategori, yaitu individu, organisasi, dan badan hukum. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mengelola aset wakaf, serta melakukan pengelolaan dan pengembangan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.Â
Pengelolaan wakaf di Indonesia masih didominasi oleh nadzir perorangan yang bersifat tradisional, dengan 66% dari total pengelolaan. Hal ini menyebabkan wakaf lebih bersifat konsumtif dan tidak maksimal dalam mencapai tujuan dan fungsinya. Untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas wakaf, diperlukan pergeseran menuju pengelolaan yang lebih profesional melalui lembaga atau organisasi yang memiliki prinsip manajemen modern. (Syamsuri, Desember 2022)
Penelitian yang dilakukan oleh Ilyas (2017) memperkuat pandangan bahwa nazhir perorangan atau tradisional bukanlah pekerjaan tetap seperti PNS, petani, atau pedagang yang dianggap prioritas. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan yang diterima oleh nazhir sebagai pengelola wakaf. Selain itu, pemilihan nazhir seringkali bukan didasarkan pada profesionalisme, melainkan pada ketokohan, hubungan keluarga, atau kepercayaan langsung dari wakif. Ini menunjukkan bahwa profesi nazhir belum dianggap sebagai profesi yang diharapkan, sehingga para nazhir cenderung kurang mampu bertindak secara profesional.
Di dalam konteks pengelolaan aset wakaf, istilah “nazhir” memainkan peran yang sangat penting. Nazhir adalah pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan memanfaatkan aset wakaf. Dalam perkembangannya, muncul konsep nazhir profesional yang merupakan perpanjangan dari peran tradisional nazhir, dengan penekanan pada profesionalisme dan keahlian dalam pengelolaan wakaf. Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang nazhir profesional, termasuk definisi, peran, dan tugas pokok (tupoksi) yang mereka emban.
Definisi Nazhir berasal dari kata kerja dalam bahasa Arab, “nazhara,” yang berarti menjaga, memelihara, mengelola, dan mengawasi. Istilah nazhir adalah bentuk isim fa’il dari “nazhara,” yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pengawas. Nazhir wakaf, atau sering disebut nazhir, merujuk pada orang yang diberi tanggung jawab untuk mengelola wakaf. Di Indonesia, pengertian ini berkembang menjadi sekelompok orang atau badan hukum yang ditugaskan untuk memelihara dan mengelola harta wakaf. (Djamil, 2011)
Apa Itu Nazhir Profesional?
Nazhir profesional adalah individu atau lembaga yang memiliki kompetensi dan keahlian dalam mengelola aset wakaf secara efektif dan efisien. Mereka tidak hanya bertindak sebagai pengelola, tetapi juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa aset wakaf digunakan sesuai dengan tujuan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Nazhir profesional biasanya dilengkapi dengan pengetahuan di bidang hukum, manajemen keuangan, serta pemahaman tentang etika dalam pengelolaan wakaf.Â
Istilah profesional biasanya merujuk pada profesi utama yang banyak dijalani, melibatkan keahlian, dan menghasilkan imbalan yang tinggi. Dengan demikian, istilah nazhir profesional mengacu pada pengelola wakaf yang bekerja penuh waktu, memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengembangkan aset wakaf, serta menerima bayaran yang sepadan dengan usahanya. Nazhir profesional menjadikan pengelolaan wakaf sebagai profesi utama, bukan pekerjaan sampingan, dan mengandalkan manfaat dari pekerjaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.
Perbedaan dengan Nazhir TradisionalÂ
Nazhir tradisional biasanya merupakan individu atau kelompok yang mengelola wakaf secara informal, tanpa pelatihan atau pendidikan khusus. Sebaliknya, nazhir profesional dilatih secara formal dan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang aspek legal dan manajerial. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengelola aset wakaf dengan lebih transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
Syarat-Syarat Nazhir ProfesionalÂ
Nazhir profesional diharuskan memiliki pola pengelolaan yang amanah serta mampu mempertanggungjawabkannya secara administratif kepada publik. Selain itu, pengelolaan tersebut harus dipimpin oleh seseorang yang memiliki keterampilan dalam aspek human skill, human technical, dan human relation. Berikut beberapa syaratnya: (Tim BWI, 2009)
Pertama Human skill, hal ini berkaitan dengan kemampuan Nazhir dalam mengelola amanah untuk mengembangkan harta wakaf. Nazhir harus memiliki reputasi dan kredibilitas moral yang baik, seperti jujur, adil, dan amanah. Dalam hal keilmuan, Nazhir harus menguasai ilmu syariah, fikih muamalah yang berkaitan dengan wakaf, serta ilmu ekonomi seperti keuangan, manajemen, akuntansi, dan ekonomi Islam. Pemahaman ini penting agar Nazhir dapat mewujudkan tujuan wakaf produktif.
Kedua Human technical, hal ini berkaitan dengan kemampuan mengelola harta wakaf dengan prinsip transparansi, yaitu Nazhir harus memberikan informasi yang tepat waktu, jelas, akurat, dan mudah dibandingkan. Prinsip akuntabilitas berarti setiap bagian organisasi harus memiliki tanggung jawab yang jelas sesuai visi, misi, dan strategi lembaga. Prinsip tanggung jawab mengharuskan Nazhir untuk menjalankan manajemen yang transparan dan responsif sesuai aturan yang berlaku agar usaha tetap berkelanjutan. Prinsip independensi mengharuskan Nazhir untuk menghindari dominasi yang tidak wajar dari stakeholders dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak atau benturan kepentingan.
Sebagai contoh, dalam mengelola wakaf secara produktif, harta benda wakaf, terutama benda bergerak, pasti menghadapi risiko kerugian, bahkan kegagalan. Investasi dana wakaf pada instrumen investasi Islami seperti obligasi syariah atau saham perusahaan Islami yang terdaftar di Jakarta Islamic Index membawa risiko pasar, yaitu penurunan nilai pasar dari investasi tersebut. Investasi langsung di sektor produksi seperti agribisnis, real estate, industri, perdagangan, dan pertambangan, masing-masing memiliki risiko yang berbeda, baik terkait dengan usaha itu sendiri maupun proses bisnis dan produksinya.
Ketiga Human Relation adalah kemampuan Nazhir dalam membangun jaringan untuk mengelola dan mengembangkan wakaf. Jaringan ini penting untuk mencapai tujuan produktif wakaf, karena tanpa jaringan, prinsip permintaan dan penyaluran (supply and demand) tidak akan berjalan stabil. Jaringan dapat dibentuk melalui kerja sama dengan pihak ketiga, seperti kemitraan yang saling menguntungkan, investasi, mendirikan usaha, atau menggalang swadaya umat untuk mendukung pengembangan wakaf.
Tupoksi Nazhir ProfesionalÂ
Tugas pokok dan fungsi (tupoksi) nazhir profesional sangat bervariasi dan mencakup beberapa aspek penting, antara lain:Â
- Pengelolaan Aset Wakaf Nazhir professional
bertanggung jawab untuk mengelola aset wakaf dengan cara yang produktif. Mereka harus mampu mengidentifikasi potensi pemanfaatan aset, baik itu berupa tanah, bangunan, maupun aset keuangan. Pengelolaan ini mencakup perencanaan penggunaan, pemeliharaan, serta pengembangan aset agar dapat memberikan manfaat yang maksimal. - Transparansi dan Akuntabilitas
Salah satu tugas utama nazhir profesional adalah memastikan transparansi dalam pengelolaan aset wakaf. Mereka diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Laporan ini harus mencakup semua pendapatan dan pengeluaran yang terkait dengan aset wakaf, sehingga dapat diakses oleh para wakif dan masyarakat. - Penyuluhan dan Edukasi
Nazhir profesional juga memiliki peran dalam memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya wakaf. Mereka harus mampu mengkomunikasikan manfaat dan potensi wakaf kepada masyarakat luas. Dengan cara ini, diharapkan akan muncul lebih banyak wakaf baru yang dikelola secara profesional. - Pengembangan Program Sosial
Nazhir profesional tidak hanya fokus pada pengelolaan aset, tetapi juga harus mampu merancang dan melaksanakan program-program sosial yang bermanfaat bagi masyarakat. Program ini bisa berupa bantuan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi yang didanai dari hasil pengelolaan aset wakaf. - Kepatuhan Hukum
Nazhir profesional harus memastikan bahwa semua aktivitas pengelolaan aset wakaf mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku. Mereka harus memahami regulasi terkait wakaf dan siap untuk beradaptasi dengan perubahan hukum yang mungkin terjadi.
Kesimpulan Nazhir profesional memiliki peran yang sangat krusial dalam pengelolaan aset wakaf. Dengan kompetensi dan keahlian yang dimiliki, mereka tidak hanya menjalankan tugas pengelolaan, tetapi juga berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya wakaf. Melalui transparansi, akuntabilitas, dan program-program sosial yang dicanangkan, nazhir profesional dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan nazhir profesional perlu didorong agar pengelolaan wakaf di Indonesia dapat semakin baik dan berkelanjutan.
Muhammad Taqy Wardhana – STEI SEBI DEPOK
Daftar Pustaka
Djamil, P. D. (2011, April 1). Standarisasi dan Profesionalisme Nazhir di Indonesia. Retrieved Oktober 10, 2024, from Badan Wakaf Indonesia: https://www.bwi.go.id/553/2011/04/01/standarisasi-dan-profesionalisme-nazhir-di-indonesia/
Iman, A. Z. (Desember 2018). Nazir Wakaf Profesional, Standarisasi dan Problematikanya. Li Falah Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam , 63.
Syamsuri, M. Z. (Desember 2022). Profesionalisme Nadzir dalam Meningkatkan Kepercayaan Wakif di Lembaga Wakaf. Jurnal Iqtisoduna, 240-249.
Tim BWI. (2009, Juni 9). Menggagas Nazhir Wakaf Profesional. Retrieved Oktober 10, 2024, from Badan Wakaf Indonesia: https://www.bwi.go.id/356/2009/06/09/menggagas-nazhir-wakaf-profesional/