Boyong Hartamu Hingga ke Surga, Ayo Wakaf Seperti Usman bin Affan

Boyong Hartamu Hingga ke Surga, Ayo Wakaf Seperti Usman bin Affan

Desember 6, 2018 0 By admin

Sahabat. Jika sahabat safari ke Madinah, di sana sahabat akan menemui Hotel dan Masjid Usman bin Affan yang kini berusia kurang lebih 1.400 tahun.

Hotel dan masjid tersebut bukan sembarang diberi nama demikian. Nyatanya kedua bangunan itu memanglah dibangun dari rekening tabungan Usman bin Affan, yang terkenal dengan kelembutan serta kedermawanannya.

Hotel yang berdiri gagah dengan memiliki 15 lantai dan 24 kamar di setiap lantainya itu, kini dikelola oleh Sheraton. Ia menjadi salah satu hotel bertaraf internasional. Tak jauh dari hotel, terdapat Masjid Usman bin Affan yang hingga kini masih digunakan.

Sahabat, tahukah jika hotel tersebut bermula dari wakaf abadi sang sahabat Rasulullah paling dermawan itu? Ia bermetamorfosis menjadi “pahala abadi” –sumber pundi-pundi pahala jariyah yang terus mengalir- karena telah memberikan banyak manfaat bagi setiap umat.

Begini kisah singkatnya.

Alkisah. Ketika kaum Muslimin hijrah ke Madinah, jumlah mereka setiap hari semakin bertambah. Alhasil kebutuhan akan air bersih meningkat. Di Madinah, ternyata ketersediaan air sulit karena mengandalkan sumur. Timbulah masalah.

Ketika itu, sumur terbesar di Madinah hanyalah milik seorang Yahudi bernama Biru Rumah. Awalnya sumur itu akan dibeli oleh umat Islam. Namun, sang pemilik menawarkan dengan harga tinggi.

Mendengar kabar itu, Rasulullah sempat menawarkan kebunnya untuk ditukar dengan sumur itu. Namun, Sang Yahudi menolak.

Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Wahai sahabatku, siapa saja di antara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surga-Nya Allah Taala.” (HR. Muslim).

Kemudian, datang Usman bin Affan. Sahabat Rasulullah itu menawarkan membeli separuh sumurnya. Disepakatilah harga separuh sumur senilai 12 ribu dirham. Perjanjiannya, satu hari menjadi hak orang Yahudi itu, dan keesokan harinya, sumur tersebut menjadi hak Utsman bin Affan.

Ketika giliran memakai sumur jatuh pada Utsman bin Affan, kaum Muslimin bergegas mengambil air yang cukup untuk kebutuhan dua hari secara gratis. Si Yahudi kemudian merasa rugi. Karena pada giliran hak pakai dirinya terhadap sumur itu, tidak ada lagi kaum Muslimin yang membeli air kepadanya.

Yahudi itu mengeluh kepada Utsman. Ia akhirnya menjual separuh sumurnya lagi kepada Utsman dengan harga 8 ribu dirham.

Wakaf sumur Ustman terus berkembang. Oleh pemerintah Ustmaniyah, wakaf Ustman dijaga dan dikembangkan. Perawatan wakaf Ustman ini dilanjutkan Kerajaan Saudi. Alhasil, dikebun tersebut tumbuh skeitar 1550 pohon kurma.

Kerajaan Arab melalui kementerian Pertanian mengelola hasil kebun wakaf Utsman. Uang yang didapat dari panen kurma dibagi dua; setengahnya dibagikan kepada anak-anak yatim dan fakir miskin lalu separuhnya lagi disimpan di sebuah bank dengan rekening atas nama Utsman bin Affan.

Sumur tersebut hingga kini terus mengalirkan tak hanya air semata. Namun, ia memberikan lebih dari sekadar itu. Pahala abadi.

Apakah Sahabat tak tergiur dengan aliran pahala yang tak kan berhenti dan berujung pada surga-Nya? Ayo Wakaf?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shalih” (HR. Muslim no. 1631)

Yang dimaksud sedekah jariyah adalah amalan yang terus bersambung manfaatnya. Seperti wakaf aktiva tetap (contoh: tanah), kitab, dan mushaf Al-Qur’an. Inilah alasannya kenapa Ibnu Hajar Al-Asqalani memasukkan hadits ini dalam bahasan wakaf dalam Bulughul Maram. Karena para ulama menafsirkan sedekah jariyah dengan wakaf. [MA]